Vol. 13 No. 1 (2022): Merayakan dan Dirayakan Melalui Sinema

					View Vol. 13 No. 1 (2022): Merayakan dan Dirayakan Melalui Sinema

Kali ini Jurnal IMAJI Vol. 13 No. 1 akan menyambut peringatan hari film nasional pada tanggal 30 Maret 2022. Penentuan tanggal hari film nasional melalui perdebatan sengit apakah akan memilih tanggal 30 maret sebagai hari awal sineas Usmar Ismail melakukan syuting film pertama atas film Darah dan Doa (1950), ataukah hari penyerahan gedung film propaganda milik Jepang ke-tangan pemerintah Indonesia yang baru di tahun 1945.

Perdebatan itu kemudian menemukan jalan keluar bahwa apa yang dilakukan Usmar Ismail itu jauh lebih bermakna daripada penyerahan gedung. Sebagaimana juga isu bahwa kemerdekaan Republik Indonesia atas perjuangan bangsa Indonesia sendiri dan bukan hadiah dari Jepang.

Dengan demikian, edisi Jurnal IMAJI kali ini dengan semangat merayakan hari perfilman nasional memuat tulisan-tulisan bagaimana sebuah film dapat berkontribusi terhadap sebuah kehidupan di dalam masyarakat melalui representasi yang ditawarkan, misalnya Hanief Jerry membahas fungsi karakter sebagai bentuk untuk menyampaikan pesan pendidikan dalam film Jagat Raya (2020), ada juga Subadi yang melihat viralnya film pendek berjudul Tilik (2018). Pada tahun 2020 film Tilik menjadi perbincangan hangat sehingga terjadi pro kontra antar netizen di media sosial. Sehingga hal tersebut bisa dijadikan sebagai sebuah strategi marketing untuk menaikkan pasar film tersebut di mata publik. Selain itu, Jonathan Manullang yang menganalisis film Turah (2016) menunjukkan bahwa sebuah film dapat memberikan nuansa represi yang sangat akut sehingga terciptalah klaster-klaster sosial represif. Bagi Manullang sebuah film dapat merepresentasikan tentang relasi kuasa, seksualitas, marjinalitas, isolasi personal, serta praktik eksploitasi total atas kelompok masyarakat bawah yang tidak berpendidikan.

Selain ketiga penulis diatas, Niniek L. Karim yang membahas film-film dari peserta Festival Film Indonesia tahun 2021 yaitu Penyalin Cahaya, Yuni, Cinta Bete dari sudut pandang kepenontonan yang ia sebut sebagai kategori usia tua atau jadul dalam menonton film produksi generasi millennials tersebut. Dengan menggunakan pendekatan psikologi sosial ia menguraikan pengalaman menonton dan kondisi psikologi sosial yang bersebrangan dari dua generasi yang berbeda sehingga menjadi refleksi atau perwakilan sikap dalam menelaah suatu film. Ada Juga Elizabeth Kristi Poerwandari yang mengajak para pembaca untuk belajar tentang Psike dari seorang perempuan melalui karakter Siti, Athirah, dan Marlina. Ia melihat bahwasannya psikologi dari sudut pandang gender dapat memberikan serta membedah lebih jauh bagaimana karakter perempuan di representasikan dalam sinema Indonesia. Dan Kusen Dony Hermansyah yang membedah wacana film dokumenter dengan membandingkannya dengan film dokumentasi, jurnalistik televisi dan video blogging (vlog). Ia melihat seringkali peristilahan dokumenter dianggap sebagai begitu saja (taken for granted) tanpa ada pengamatan lebih lanjut. Sehingga melalui pengamatannya ia berusaha memperjelas kebingungan-kebingungan saat harus harus membedakan apa itu dokumenter dengan produk-produk audio-visual yang telah disebutkan di atas.

Dan yang terakhir dan tak kalah menarik bahwa edisi kali ini, Jurnal IMAJI juga memuat hasil wawancara bersama Nan T. Achnas sebagai salah seorang motor penggerak kajian film di Indonesia.

Selamat Membaca dan selamat merayakan hari perfilman nasional !

Dr. Marselli Sumarno M.Sn

Klik untuk Full Issue.

Published: 2022-03-31

Articles

Interview