Vol. 15 No. 2 (2024): Fotografi, Bahasa Visual dan Eksotisme
Fotografi adalah media yang kuat untuk menyampaikan pesan dan ide. Fotografi juga memiliki peran penting di dunia jurnalisme baik di koran, majalah, bahkan di zaman jurnalisme digital seperti sekarang ini. Selain itu, fotografi juga digunakan untuk mengeksplorasi tema-tema penting seperti catatan sejarah melalui peristiwa-peristiwa penting yang tertangkap dalam kamera atau mengenai keindahan dan bahkan eksotisme. Kekuatan-kekuatan inilah yang membuat fotografi begitu unik sebagai suatu medium perekam realitas. Namun, konsep eksotisme tampaknya tidak boleh dipandang sebelah mata sebab fotografer sering menggunakan eksotisme untuk mendokumentasikan budaya dan tempat yang berbeda dari budaya mereka sendiri, dan untuk mengeksplorasi ide-ide tentang identitas, budaya, dan “lainnya”.
John Berger, seorang kritikus seni dan penulis terkemuka, menawarkan perspektif unik tentang eksotisme dalam fotografi. Bagi Berger, bahwa fotografer memilih apa yang akan ditangkap dan bagaimana membingkainya, sehingga membentuk persepsi audiens terhadap subjek “eksotis”. “Cara pandang” ini bisa memberdayakan atau eksploitatif, bergantung pada niat sang fotografer. Berger mendorong kita untuk melihat lebih dari sekedar keindahan atau kekhasan yang sering dikaitkan dengan eksotisme. Dia mengusulkan keterlibatan yang lebih dalam dengan suatu karya foto, dengan mempertimbangkan kehidupan dan kisah orang-orang yang digambarkan. Pendekatan ini menumbuhkan empati dan menantang objektifikasi yang sering kali melekat dalam penggambaran yang eksotik.
Oleh karena itu, dalam IMAJI edisi kali ini, Seno Gumira Ajidarma mengeksplorasi konsep eksotisme dalam fotografi lebih jauh sebab menurut Seno era penjajahan mengkonstruksi peta budaya dunia dan memberi jalan kepada pandangan-pandangan eksotik. Melalui kritik pascakolonial dengan meminjam pemikiran Segalen yang disebut sebagai eksotikisme simbolis. Konsep ini kemudian digunakan oleh Seno untuk membahas foto-foto Jean Mohr yang diambil dari dalam gerbong Pullman dalam perjalanannya dari Bandung menuju Jakarta pada bulan Desember 1973. Sementara Ferdiansyah membahas seri foto yang berjudul Jesus Is My Homeboy (2003), karya David Lachapelle. Dengan menggunakan pendekatan semiotika dan hermeneutika, terlihat bahwa LaChapelle berusaha membela agama Nasrani dengan tidak memandang suku maupun ras untuk menyembah Yesus.
Berikutnya, Subhan Akrom Duta Laksana membahas terkait peran fotografi dalam pengarsipan sejarah kemerdekaan Indonesia. Pengarsipan dokumentasi sejarah kemerdekaan Indonesia menjadi sangat penting karena bisa menjadi bukti sejarah perjalanan Indonesia yang bisa tercatat dan bisa menjadi pembelajaran bagi generasi mendatang tentang bagaimana memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dengan memanfaatkan fotografi sebagai wujud seni visual modern yang memadukan seni serta teknologi terhadap pengarsipan sejarah kemerdekaan Indonesia. Di sisi lain, Supriyanta membedah perkembangan fotografi dari alat bantu seni menjadi medium utama dalam merekam realitas. Argumen utamanya fotografi yang tidak hanya menyimpan memorabilia sejarah tetapi juga menyampaikan emosi dan cerita serta meningkatkan pemahaman manusia tentang dunia di sekitarnya. Oleh karena itu, evolusi fotografi juga bertindak sebagai agen perubahan sosial melalui tampilan realitas yang dihadirkan.
Selanjutnya, Mochamad Naufal Diwana berusaha mendeskripsikan konsep dan proses penciptaan seni fotografi landscape melalui pendekatan fotografi ekspresi dengan tema keindahan alam beserta karakteristiknya. Eksplorasi ini bertujuan untuk menemukan konsep dan ide-ide terkait dengan keindahan alam di Trenggalek berupa pantai, air terjun, dan sebagainya yaitu dengan melakukan observasi melihat lokasi serta mempelajari situasi dan kondisi untuk menentukan sudut pandang terhadap objek. Terakhir, Amran Malik Hakim membahas mengenai tata bahasa fotografi yang dapat diartikan sebagai serangkaian elemen dasar yang membentuk landasan teknis dan visual dalam menciptakan imaji fotografi. Elemen seperti bingkai foto, bukaan diafragma, kecepatan rana, dan media fisik yang digunakan. Sama seperti dalam literasi tulisan yang menggunakan kosa kata, tata bahasa, dan sintaksis, fotografi juga memiliki komponen-komponen fundamental, seperti pencahayaan, komposisi, aperture, kecepatan rana, dan framing. Amran berusaha meletakkan elemen-elemen tersebut menjadi satu kesatuan sehingga dapat secara efektif untuk menyampaikan pesan, emosi, dan cerita melalui gambar yang dihasilkan oleh fotografi.
Selamat Membaca
Dr. Marselli Sumarno M.Sn
Ketua Redaksi
Jurnal IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, dan Media Baru
Klik untuk Full Issue.
Articles
-
Exoticism in Photography Jean Mohr, Bandung-Jakarta, December 1973
-
Seri Foto Jesus Is My Homeboy (2003) Karya David Lachapelle Melalui Pendekatan Semiotika dan Pembacaan Hermenutik
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 47 times | PDF downloaded: 42 times
-
Peran Fotografi dalam Pengarsipan Dokumentasi Sejarah Kemerdekaan Indonesia
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 125 times | PDF downloaded: 462 times
-
Perkembangan Fotografi Sebagai Mata Perekam Objektif Penghadir Realitas
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 59 times | PDF downloaded: 980 times
-
Fotografi Landscape dengan Visual dari Pendekatan Fotografi Ekspresi
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 79 times | PDF downloaded: 274 times
-
Peran Peran Elemen Fotografi sebagai Bahasa Visual: Pemahaman Teknis dan Artistik
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 80 times | PDF downloaded: 319 times