Vol. 12 No. 1 (2021): Sinema dan Wacana

					View Vol. 12 No. 1 (2021): Sinema dan Wacana

Sinema sebagai medium audio visual dengan permainan bentuk dan gaya tertentu akan selalu memunculkan sebuah wacana pada sebuah permukaan. Wacana inilah yang kemudian dibaca dan ditasifrkan untuk mengetahui sebuah pesan atau tanda dan bahkan sistem representasi yang berusaha dihadirkan oleh para pembuatnya. Tentunya, berbagai karya film mampu menghadirkan diskursus ke tingkatan variasi konteks mulai dari ide-ide tentang kebudayaan hingga ke sudut-sudut ideologi tertentu.

Hal tersebutlah yang ingin diangkat pada pembahasan kali ini dengan tajuk: Sinema dan Wacana.

Dalam Jurnal IMAJI edisi kali ini, kita akan melihat bagaimana Kemala Atmojo melihat sebuah film dapat dijadikan sebagai representasi sistem hukum, lalu adapula Nurman Hakim mencoba melihat film sebagai produk kebudayaan. Debra H Yatim yang menyerukan teks-teks mengenai sinema Indonesia agar segera diperbaharui. Kemudian, Julita Pratiwi bersama dua orang temannya, Aulia Tiara Solechan dan Indriana Oktavia menyelidiki peran Masyarakat Film Indonesia atau yang disebut MFI dalam mendukung demokratisasi atas sinema Indonesia. Lalu, Hanny Herlina yang berusaha memadukan koreografi tari dengan sebuah kamera sebagai upaya untuk merespon inovasi pembelajaran efektif di kala pandemi Covid-19 dengan sistem pertunjukan secara virtual. Dan terakhir, Erlina Adeline Tandian menyoroti karakter pahlawan perempuan dalam dua film yaitu Wonder Woman (2017) & Mulan (2020) sebagai kritik feminisme terhadap psikoanalisis.

Salam dan Selamat Membaca.

Klik untuk Full Issue.

Published: 2021-03-31

Articles