Vol. 14 No. 3 (2023): Suara & Imaji yang Berkelindan
Suara dan Imaji adalah dua elemen yang saling berkelindan dalam sinema. Keduanya bekerja sama untuk menciptakan pengalaman sinematik yang bermakna. Namun, perjalanan suara dalam sinema adalah perjalanan panjang yang hadir berkat inovasi-inovasi. Dari film bisu yang mengandalkan musik dan ekspresi wajah, hingga sistem surround sound yang menggetarkan seluruh ruangan, dari fonogram hingga ke vitaphone, dari The Jazz Singer hingga ke Star Wars.
Pada era suara modern, teknologi suara telah berkembang pesat. Teknologi-teknologi baru seperti surround sound dan digital audio memungkinkan pembuat film untuk menciptakan pengalaman suara yang lebih imersif dan realistis. Kehadiran teknologi lainnya yang lebih modern seperti Dolby Atmos adalah teknologi suara surround yang menggunakan speaker di atas dan di sekitar penonton, kemudian ada DTS:X dan masih banyak lainnya. Suara telah menjadi elemen integral dan mampu mengubah lanskap sinema menjadi pengalaman menonton film dari sekadar tontonan visual menjadi sebuah seni yang menggugah emosi dan imersif.
Ketika suara dan imaji bekerja sama dengan baik, keduanya dapat menciptakan pengalaman sinematik yang utuh dan menyeluruh. Pengalaman ini dapat melibatkan emosi, pikiran, dan bahkan indera perasa penonton.
Dalam IMAJI edisi kali ini, Danu Murti bersama Hadrianus Eko Sunu dan Misbahol Amin membahas bagaimana pembuat film dapat memanipulasi emosi penonton dengan menggunakan suara. Dengan, spot effect dari lonceng bambu pada film Geumelis Ratna, tingkat kekerasan suara, arah datangnya suara, ukuran gambar, dan benda lain yang berada di sekitar lonceng bambu, mampu memberikan dampak emosi pada adegan yang menghadirkan spot effect lonceng bambu. Di sisi lain, Jonathan Manullang mengeksplorasi implementasi kreatif atas audio sebagai elemen sentral dalam film On The Origin of Fear, film pendek karya Bayu Prihantoro Filemon menggunakan kerangka teoritik berupa model tricircle yang dikembangkan oleh Michel Chion. Film mampu mempenetrasi memori alam bawah sadar penonton serta mengekspos upaya peng-korupsi-an pikiran yang telah lama bercokol tentang salah satu episode terkelam dalam sejarah republik.
Sementara itu, Yogi Tri Kuncoro membahas segi suara dalam film bahwasannya memiliki peran penting untuk memberikan penekanan emosi dan informasi dalam sebuah cerita. Selain itu, melalui bunyi yang diciptakan, seperti unsur suara (dialog, efek suara, dan musik) maka ketepatan suara dapat menentukan sebuah emosi, bisa pada setiap karakter dan aksi reaksi di dalam ruang penceritaan yang langsung dapat dirasakan yang sama oleh penontonnya. Selanjutnya, Binda Suci Ramadhani bersama Astrida Fitri Nuryani dan Mondry, membahas representasi keluarga dalam film Turah dengan berdasarkan dialog pada dasarnya Turah mengangkat pesan kesenjangan dan kemiskinan yang ada di kampung Tirang.
Selain itu, persoalan analisis mendalam tentang suara kemudian berpindah terhadap analisis inovasi teknis sinematografi dan persoalan subjektivitas pada diri pembuat film. Bambang Supriadi berusaha mengkaji kiprah Lumière dan Sokurov dalam sejarah sinema berdasarkan inovasi teknologi, seperti Cinématographe karya Lumière dan eksplorasi Sokurov terhadap teknologi digital dengan konsep one/single shot, untuk mengungkapkan bagaimana perubahan teknologi membentuk narasi sinematik. Terakhir, Kintan Labiba Manggarsari dan A. Harsawibawa menunjukkan bagaimana subjektivitas sutradara perempuan memiliki kekuatan untuk menawarkan representasi perempuan yang aktif, bukan sebagai pelengkap, dan memiliki otonomi individu sebagai subjek yang utuh. Konvensi sinema dominan yang strukturnya secara historis didominasi oleh laki-laki menyebabkan tidak adanya ruang bagi subjektivitas perempuan. Representasi perempuan tidak menampilkan sosok perempuan sebagai perempuan seutuhnya. Melalui kritik terhadap sinema dominan, subjektivitas perempuan kemudian menjadi nilai penting karena memiliki kekuatan untuk memberikan penggambaran dan pandangan tentang perempuan apa adanya, hadir bukan sebagai ilusi.
Selamat membaca dan merayakan natal serta tahun baru 2024!
Dr. Marselli Sumarno M.Sn
Ketua Redaksi
Jurnal IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, dan Media Baru
Klik untuk Full Issue.
Articles
-
Spot Effect Lonceng Bambu Sebagai Representasi Karakter Atmaja Pada Film Gumeulis Ratna
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 102 times | PDF downloaded: 87 times
-
Suara dan Memori Propaganda: Asosiasi Sound Narrative dalam On The Origin of Fear
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 114 times | PDF downloaded: 95 times
-
Aspek Suara Sebagai Penggambaran Sudut Pandang Karakter : Studi Kasus 3 Karakter Dalam Film Begain Again (2013), Hacksaw Ridge (2016), A Quiet Place (2018)
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 109 times | PDF downloaded: 236 times
-
Representasi Keluarga Melalui Dialog Dalam Film Turah (2016)
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 313 times | PDF downloaded: 148 times
-
Film Ala Lumiere dan Sokurov : Pionir dan Respons Kreatif
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 61 times | PDF downloaded: 70 times
-
Subjektivitas Sutradara Perempuan: Deantagonisasi Subjek Perempuan Dalam Film Before, Now, And Then (Nana) (2022)
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 235 times | PDF downloaded: 147 times