Vol. 13 No. 2 (2022): Wawancara dan Kedalaman Penelitian Media Audio Visual
Satu ke-khasan yang mau dikembangkan oleh Jurnal IMAJI adalah forum wawancara dengan tokoh perfilman nasional. Hal ini diawali dengan wawancara dengan Joko Anwar, Tonny Trimarsanto, dan Nan T. Achnas. Di nomor yang terbaru ini sutradara produktif Hanung Bramantyo telah menempatkan diri untuk menjawab secara panjang lebar terhadap belasan pertanyaan yang telah diajukan oleh Tim Redaksi Jurnal IMAJI. Terima kasih kepada Hanung dan semoga wawancara edisi selanjutnya juga semakin mendalam dan memberikan pengetahuan kepada para pembaca.
Bahwa selain wawancara, IMAJI juga akan merintis bedah buku film mulai edisi tahun 2023, misalnya membicarakan sebuah buku karya tulis Tanete A. Pongmasak yang berjudul Sinema di Era Soekarno, keunikan buku ini adalah menelusuri jejak sinema Indonesia dari masa sebelum kemerdekaan, masa pemerintahan Soekarno melalui sudut pandang sosiologi.
Sementara itu, artikel-artikel yang dimuat pada edisi kali ini juga sangat beragam temanya, misal Agustinus Dwi Nugroho membahas bahwa Efek khusus (Special Effect) telah digunakan dalam produksi film sebelum kemerdekaan Indonesia tepatnya pada masa Hindia Belanda tahun 1935, di film Tie Pat Kai Kawin (1935) dan Tengkorak Hidoep (1941). Dalam penelitiannya Agustinus mengungkapkan bahwa teknologi film pada masa itu mampu memvisualisasikan eksplorasi sinematik dalam mengemas cerita di masa sejarah awal film Indonesia. Sementara itu, Yohanes Yogaprayuda bersama R.M. Widihasmoro Risang membahas bahwa melalui Metode Rate of Cutting dinilai mampu berkontribusi dalam meningkatkan nilai dramatik pada film Penyalin Cahaya (2021). Selain itu, Irwan Tarwaman bersama Rama Mutsaqoful Fikri membahas relasi adegan bencana yang menggunakan CGI dalam teknik montase pada film Bangkit! (2016). Ada juga Moelyono Rahardjo yang mempersoalkan bahwa selama ini wacana fotografi hanyalah tentang permasalahan proses jepret dan jadi, beliau pun ingin meluaskan wacana perbincangan fotografi tidak hanya pada proses jepret dan jadi saja di dalam tulisannya. Kemudian, ada Sigit Setya Kusuma yang melakukan observasi dan eksplorasi terhadap tata cahaya dalam fotografi menggunakan arah yang berbeda-beda terhadap sebuah objek yaitu batu bata. Dan yang terakhir Fajar Nuswantoro membahas biaya produksi animasi di Negara Indonesia lebih mahal dan menjadi masalah utama dalam pemasaran film animasi Indonesia, sehingga harus adanya solusi untuk memangkas bagaimana biaya produksi tersebut agar lebih murah dengan tawaran software bernama Blender dan Python.
Selamat Membaca.
Dr. Marselli Sumarno M.Sn
Klik untuk Full Issue.
Articles
-
Special Effect Di Awal Sinema Indonesia: Studi Kasus Tie Pat Kai Kawin (1935) dan Tengkorak Hidoup (1941)
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 393 times | PDF downloaded: 965 times
-
Rate of Cutting sebagai Metode untuk Meningkatkan Tempo dalam Film Penyalin Cahaya (2021)
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 665 times | PDF downloaded: 1182 times
-
Analisis Framing Representasi Bencana Dalam Film Bangkit! (2016) Melalui Teknik Montase Dari Sudut Pandang Subjektif
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 420 times | PDF downloaded: 484 times
-
Proses Fotografi di antara Jepret dan Jadi: Studi Kasus Tiga Genre Fotografi
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 515 times | PDF downloaded: 983 times
-
Analisis Arah Cahaya Dalam Studio Fotografi
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 1739 times | PDF downloaded: 3149 times
-
Blender dan Bahasa Python sebagai Salah Satu Alternatif Menyederhanakan Produksi Animasi
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 362 times | PDF downloaded: 360 times
Interview
-
Wawancara: Hanung Bramantyo
- PDF (Bahasa Indonesia) | Abstract views: 291 times | PDF downloaded: 303 times